Tampilkan postingan dengan label Corat-Coret. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Corat-Coret. Tampilkan semua postingan

Jumat, 21 Juni 2013

BLSM ; Manuver Usang Sang Demokrat

Kenaikan harga BBM akhirnya menjadi kenyataan. Ini adalah kelanjutan dari kebijaksanaan tahun sebelumnya yang sempat pemerintah batalkan. Kenaikan BBM apapun alasannya tetap akan  memberatkan
jika melihat kondisi riil bangsa ini yang masih terpuruk.  Jika pada tahun sebelumnya pemerintah masih mendengar protes dari rakyat dengan membatalkan (menunda) kenaikan (meski dampak ekonominya terlanjur dirasakan), maka kali ini pemerintah dipastikan tidak akan peduli meski apapun yang terjadi. Pemerintah pada tahun 2012 bisa saja bangga mengatakan bahwa pembatalan kenaikan BBM mereka lakukan karena "peduli" dengan jeritan rakyat, dan kali ini dengan alasan yang kurang lebih sama (baca : peduli) pemerintah akan melakukan hal yang sebaliknya.

Inilah politik, sebuah seni yang membuat pelaku dan pemainnya dengan mudah mendapatkan pembenaran, tidak peduli keputusan yang diambil terkesan plin-plan dan bernuansa hipokratif. Pendek kata kenaikan BBM bukan semata-mata di karenakan alasan ekonomi melainkan memiliki motif-motif politk yang tersembunyi namun terang. Hal ini tidak terlepas dari program "money politic" yang ikut membonceng di belakangnya, apa lagi kalo bukan  BLT/BLSM. Maka jika  BLSM atau BLT memiliki tujuan tujuan politis, tentunya pembatalan (penundaan) kenaikan BBM 2012 yang lalu  bukan murni karena kepedulian pemerintah, melainkan sekedar trik politik  karena melihat momentum pemilu masih jauh.  Harus di akui, BLT beberapa tahun yang lalu menjadi poin tambahan Demokrat dalam usahanya memenangkan pemilu. Dan seperti ketagihan kali ini Sang Demokrat  akan mengulang kembali manuver usang-nya tersebut.

Demokrat pada periode sebelumnya memang sukses besar dengan program BLT-nya dalam menarik simpati rakyat. Tapi itu dulu ketika Demokrat dalam kondisi di atas angin. Dimana tingkat kepercayaan rakyat masih sangat tinggi terhadap partai ini. Demokrat saat itu memang mampu menampilkan kesan innocent pada dirinya, sehingga setiap kebijaksanaanya (walaupun menyusahkan) selalu terlihat positif di mata rakyat. Tapi kali ini, BLSM tidak lebih dari manuver usang yang hanya akan menjadi blunder bagi partai ini karena alasan yang sebaliknya, yakni tingkat kepercayaan yang rendah. Hal ini berhubungan dengan kinerja para petinggi Demokrat yang citranya sudah babak belur di mata rakyat. Atau bisa juga kebijaksanaan ini sekedar trik pengelabuan sementara seperti yang terjadi beberapa tahun yang lalu. BBM di naikan dulu, setelah dirasa momennya pas baru kemudian di turunkan kembali untuk menciptkan kesan kepedulian. (Ingat, dalam politik tidak ada yang mustahil untuk dilakukan). Tak ayal lagi pemerintah dalam hal ini Demokrat akhirnya menuai banyak kecaman karena kebijaksanaannya yang di yakini memiliki tujuan politis lain, yakni sebagai jalan untuk memuluskan "program money politik"nya (BLSM)

Tapi di sisi lain, "antusiasme dan dukungan" masyarakat dalam menerima BLSM atau money politic lainnya sebenarnya adalah cermin rasa frustrasi rakyat yang tidak memiliki kepercayaan terhadap calon pemimpin (atau Caleg dalam momentum yang lain). Itulah sebabnya dalam setiap ajang pemilu, para pemilih dan yang di pilih seperti setali tiga uang alias sama sama "tahu diri". Menggunakan bahasa vulgarnya, mereka (calon pemilih) berkata, "Daripada mubazir memberikan suara kepada yang kelak (sama-sama) tidak peduli,  lebih baik suara diberikan kepada yang jelas-jelas memberikan manfaat walau hanya sekejap saja (jual-beli suara)."

Begitupun dari pihak calon yang di pilih seperti memahami jalan pikiran para calon pemilih, sehingga mereka tanpa  merasa takut di kibulin tidak ragu-ragu menghamburkan (bagi-bagi uang) dengan menggunakan istilah biaya operasional, atau malah ada yang nekat menggunakan istiilah istilah religius seperti, sedekah, amal jariyah, hibah dan lain sebagainya. Contoh aneh yang mungkin pernah kita lihat adalah bagaimana seorang caleg harus mengumpulkan seluruh warga sebuah kampung guna menjadi saksi bila dia sang caleg telah menyumbang sekian juta utk pembangunan  masjid. Sebuah fenomena yang kini lazim di lakukan oleh para petualang politik guna mendapatkan simpati massa.

Sehubungan dengan money politic, saya teringat hasil jajak pendapat beberapa bulan yang lalu saat momen Pilkada di sebuah provinsi. Dalam jajak pendapat tersebut di selipkan beberapa pertanyaan untuk mengetahui tingkat pupularitas para calon Kepala Daerah sekaligus beberapa Tokoh Nasional. Tapi bagi saya, yang membuat para korenponden tertarik untuk semangat di wawancarai karena ada pertanyaan-pertanyaan menggiring lainnya yang terkesan seolah-olah pihak surveyor adalah seorang "dewa penolong" yang datang untuk mengetahui kebutuhan mereka. Tidak jarang  ada dari koresponden yang "terjebak" sehingga jawaban yang diberikan  pun seolah  surveyor adalah seorang tim sukses yang menyamar. Itulah sebabnya untuk pertanyaan yg membahas money politik bisa dikatakan mereka kompak menjawab (tanpa malu) “bisa menerima” dan menjanjikan “kami bisa dipercaya”. Sangat jelas jika dalam pemilu ataupun Pilkada, mereka (para pemilik suara) ingin mendapatkan imbal balik secara langsung konkrit. Mereka tidak percaya janji kampanye muluk tentang keadilan, kemakmuran dan hal hebat lainnya yang letaknya entah dimana.

Disisi lain, survey itu juga membuktikan bahwa masyarakat sebenarnya cerdas dalam menilai seorang figur apakah bisa di percaya atau tidak.  Hal ini akan menjadi acuan bagi mereka dalam melihat arti dan tujuan money politik itu sendiri. Artinya khusus utk tokoh2 yang mereka percaya semisal Jokowi, mereka akan mendukung tanpa reserve terlepas ada atau tidak adanya unsur money politic di dalamnya.  Hasil lain dari survey tersebut juga mengindikasikan bahwa SBY sebagai figur masih mempunyai kans di masyarakat, namun Demokrat sebagai partai sebenarnya sudah tamat,  . Maka masuk akal jika melihat situasi ini, Demokrat mati-matian mengusahakan bagaimana supaya BLT versi terbaru bisa terlaksana mendekati hari hari menjelang pemilu (terutama dalam hal pembayarannya) sebagai upaya mengembalikan pamor mereka yang kini meredup.

BLSM tahun ini adalah produk gabungan koalisi bersama lima partai dimana seharusnya PKS adalah yang ke enam dari koalisi tersebut. Dengan menyebut diri sebagai Koalisi Sekretariat Gabungan, mereka (PPP, Golkar, Demokrat, PAN dan PKB minus PKS), menjadi tameng pemerintah untuk melindungi kebijaksaan mengerek naik harga BBM bersubsidi. Dipihak bersebrangan ada partai oposisi (PDI Perjuangan, PKS, Hanura dan Gerindra) dengan tiada daya berusaha jungkir balik melakukan perlawanan sia-sia. Yang dilematis adalah posisi PKS yang terkesan plin-plan sebagai “pembela sekaligus pembelot”

Tetapi yang perlu dicatat, meskipun faktanya program ini adalah produk bersama, tetapi khusus untuk BLSM, yang di untungkan adalah pemerintah dalam hal ini adalah Demokrat dengan catatan BLSM memiliki dampak positif dalam pemilu mendatang. Sebaliknya jika kenaikan BBM ini kelak menimbulkan “dendam” pada masyarakat, maka yang akan menerima getahnya bukan saja Demokrat melainkan partai partai lain yang mendukung program kenaikan BBM ini seperti ,PPP, Golkar, PAN dan PKB. 

BLSM bukan hanya sebuah pembodohan tapi benar benar bisa membuat orang menjadi bodoh beneran.  Di sebuah media lokal yang membahas masalah BLSM dengan Menkeu Khatib Basri, ada cuplikan kalimat bodoh seperti ini; " :.. Menjawab pertanyaan yang menyebutkan bahwa BLSM hanya akan membuat rakyat miskin malas bekerja, menkeu mengatakan bahwa BLSM telah di desain pas..dst. Entahlah saya tidak mengerti maksud dari pertanyaan ini. Ini pertanyaan terlalu berbasa basi dan terkesan tidak mengenal ilmu hitung. Tapi saya yakin rakyat yang kritis tentunya tidak akan silau dengan BLSM yang manfaatnya tidaklah seberapa dibandingkan dengan konsekwensi ekonomi yang akan mereka hadapi. Sebab menurut para ahli, jika pemerintah  serius ingin mensejahterakan rakyatnya, ada banyak alternatif lain yang bisa gunakan tanpa perlu membebani, misalnya pengoptimalan penerimaan dan pemanfaatan pajak, memaksimalkan upaya pemanfaatan sumber daya alam, dan  yang lainnya.

Tapi sebenarnya, jika saja  pemerintah jauh hari sebelumnya bisa menunjukan keseriusannya dalam hal-hal positif terutama yang menjadi persoalan besar bangsa ini, misalnya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, niscaya apapun kebijaksanaan pemerintah meskipun itu pahit dengan sendirinya rakyat di negeri ini akan cendrung untuk mendukung. Rakyat sampai saat ini belum melihat keseriusan pemerintah dalam hal-hal besar yang menyangkut rasa keadilan sosial. Jadi benar apa yang dikatakan KH. Din Syamsuddin terkait dengan kenaikan BBM dan program BLSM, bahwa rakyat seharusnya cerdas dan lebih jeli dalam menilai partai mana yang jujur berpihak pada rakyat dan partai mana yang hanya bersandiwara belaka.

## ===== ##


Artikel  lainnya  :
Soeharto Dimata Warga,  G30S/PKI ; Pandangan Instan Dari Luar Garis  Film Omar ( Keteladanan Umar Bin Khattab),  Soekarno-Hatta ; Pahlawan Yang Terabaikan,  Belajar Jujur Dan Amanah; Review Dan Pepesan Kosong,  Jokowi Si Umar Kecil,    Geger Masalah UN Yang Di Undur; Bebas Berpendapat,   Nasdem Dalam Pemilu 2014; Pewarna Blog,  Ganti Rasa Dan Kemasan, Gudang Garam Bunuh Diri,   BLSM ; Manuver Usang Sang Demokrat,   Kenaikan BBM, BLSM, dan Pemilu,

Senin, 17 Juni 2013

Kenaikan BBM, BLSM, dan Pemilu

Dalam rangka memperkuat alasannya menaikan harga BBM, pemerintah melalui  iklan di televisi menggambarkan bahwa subsidi BBM selama ini benar-benar salah sasaran. Dengan menggunakan segala macam penjabaran mulai dari rumus  matematika sampai dengan ilmu hipnotis, pemerintah ingin meyakinkan rakyat bahwa tindakan mereka dalam menaikan harga BBM murni demi melihat rakyat yang di cintai hidup sejahtera. Sejahtera menurut  versi pemerintah tentunya.

Dalam visualisasi iklan digambarkan dengan begitu masuk akal dan wah, bagaimana subsidi ini sangat menguntungkan orang-orang yang sebenarnya tidak memerlukannya. Bagaimana subsidi yang tidak benar ini sangat mubazir dan sangat menggerogoti keuangan negara. Tidak cukup dengan itu, pemerintah dengan sangat mengagumkan memberikan ilustrasi jalan keluar yang intinya, pengalihan dana subsidi nantinya akan benar-benar bisa dinikmati oleh rakyat yang (sekali lagi) benar-benar berhak dan membutuhkan.

Rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dengan semangat kebangsaannya yang tidak pernah luntur, dengan terharu dan bangga berdiri paling depan untuk mendukung program pemerintah yang amanah ini. Rakyat yang kaya raya ini menyatakan dukungannya dengan berbagai macam cara, dan memuji setinggi langit kebijaksanaan pemerintah yang luar biasa ini. Dukungan dan pujian rakyat ini tidak berlebihan jika melihat alasan alasan mereka. Beberapa alasan mereka (baca rakyat budiman) dalam mendukung kenaikan BBM antara lain adalah ;.

  • Rakyat sudah bosan hidup berkelebihan, dengan sendirinya semangat dan ide anti kemapanan merasuk dalam diri mereka.
  • Sebagai seorang yang taat beragama, momentum kenaikan ini dirasa sangat pas dengan datangnya bulan puasa dan lebaran. Dimana harga akan semakin terbang tinggi (faktor BBM dan Faktor bulan puasa) Tujuannya apalagi jika bukan melatih kesabaran dan hidup lebih sederhana. Kebijaksanaan yang benar-benar brilyan dan religiu.
Pemerintah sepertinya sudah tidak sabar ingin melihat negeri ini mencapai puncak keemasannya. Dengan berbekal kemampuan dan kekuasaan, mereka ingin di catat sebagai salah satu pelaku sejarah dalam hal hal yang hebat. Salah satu hal hebat yang dilakukan pemerintah kali ini adalah pencabutan subsidi BBM dengan tujuan agar masyarakat bisa mandiri. Dan hasilnya menurut Bapenas, (belum apa-apa) ada kenaikan angka kemiskinan sebesar 1,6% tahun ini dari 10,5% menjadi 12,1%. Dan akan semakin parah sebab kenaikan BBM tentunya akan menghasilkan dampak logis seperti kenaikan biaya transportasi, biaya produksi dan lain sebagainya yang akan berujung pada kenaikan harga barang kebutuhan.

Sebentar lagi koran-koran lokal akan bercerita tentang nelayan-nelayan yang mengeluh dengan hasil tangkapan yang tidak sesuai dengan biaya operasional. Cerita nelayan yang berganti profesi menjadi tukang batu, atau pedagang tempe yang meliburkan diri karena malu melihat ukuran tempenya yang semakin minimalis hihihi. Gambaran kemelaratan  jauh lebih realistis terbaca daripada gambaran kesejahteraan akibat kenaikan BBM. Fakta-fakta ini seperti  anti klimaks dengan iklan wah yang di tawarkan oleh pemerintah di televisi. Rakyat bukan tidak memahami jalan cerita dalam film iklan tersebut, pertanyaannya adalah bukan bagaimana prosesnya, melainkan apakah semudah itu pelaksanaanya..?

Bagaimanapun indahnya teori (pemanfaatan subsidi BBM) namun jika sistem dan orang-orang yang menjalankannya masih seperti sekarang ini, jangan berharap bintang akan jatuh di bumi Indonesia ini. Pemerintah sibuk berbicara tentang pemanfaatan BBM dan Pajak, namun tidak mau tahu tentang pajak dan BBM yang di korupsi.  Bukan pesimis atau ingin ngerecoki, tapi kenyataannya tiada sesuatu yang bisa dibanggakan dari negeri ini dalam hal moralitas dan kejujuran, khususnya mereka para pemegang keputusan. Intinya rakyat yang kritis (pesimis) berpendapat bahwa kenaikan BBM tidak akan menjadi jaminan uang negara akan terselamatkan untuk kemudian bisa di manfaatkan oleh mereka yang membutuhkan, selama para kolutor, koruptor dan Nepotisator masih berpegangan tangan membuat lingkaran setan di negeri ini.

Tapi ngomong-ngomong, sebagai orang kaya yang beradab, secara pribadi saya tidak memiliki kerugian apapun dalam kebijaksanaan ini. Malah saya mencemooh orang orang yang sok protes dengan sebutan tukang ngerecokin. Bahkan dalam beberapa kali kesempatan saya sering mengucapakan kata kata ini kepada mereka,” Jika kalian tidak bisa membantu lebih baik diam,” (cermin diri seseorang yang merasa sejahtera tapi tidak peka dg sekitar hihihi). Biarlah si miskin menangis iris, biar sang terpelajar berdemo ria, tapi saya tetap ke laut  keruh guna memancing ikan ikan yang mau dipancing. Toh nantinya mereka akan di hibur oleh Raskin dan BLT.

Tunggu, sebentar lagi kita akan menyaksikan pameran kemiskinan di negeri ini. Sebuah antrian panjang yang membuat kita tidak bisa membedakan mana yang miskin dan mana yang merasa miskin. Diantrian itulah wajah-wajah dominan para kolutor dan nepotisator kelas teri akan saling berebutan menadahkan tangan mengalahkan  wajah-wajah si miskin yang minoritas. Sekedar info saja, berdasarkan pengalaman BLT tahun lalu, banyak yang tidak tepat sasaran, orang-orang yang tidak berhak menerima malah dapat BLT karena faktor kolusi dan nepotisme, sementara keluarga yang tidak mampu malah tidak menerimanya karena faktor sentimen pribadi. Tragisnya lagi BLT  banyak yang dikorupsi oleh aparat penyalur BLT, (kata orang sih). 

Akhirnya saya bertanya pada diri saya yang cerdas ini, apakah sebenarnya tujuan dari kenaikan harga BBM ini. Apakah demi kesejahteraan..? Secara kasat mata jawabannya jelas tidak. Apakah untuk perbaikan keuangan negara..? Saya juga tidak tahu sebab saya bukan ahlinya. Tapi saya bisa mengatakan, Pemilu sudah diambang pintu, perlu sebuah tindakan untuk menyambutnya, dan itu adalah BLT. 

Intinyabagaimana program BLT atau mungkin sejenisnya dalam situasi harga yang melambung tinggi di terima secara wajar bukan sebagai money politik, melainkan karena kebutuhan dan "kepedulian" Sang Hero kepada  rakyatnya. Itu saja sih sebenarnya.

Kamis, 13 Juni 2013

Ganti Rasa Dan Kemasan, Gudang Garam Bunuh Diri

Bukan Iklan Rokok..!!

Di sebuah warung, "Pak ada Filter yang lama?" "Ooh tidak ada Mas, yang ada Filter keluaran baru.." Pembeli itu pun tanpa basa basi langsung ngeloyor pergi. Wajah kecewanya memperlihatkan sepertinya dia sudah keluar masuk warung  namun barang yang di cari tidak ditemukan. Ditempat yang lain, sehari, dua hari atau mungkin seminggu kejadian yang mirip berlangsung berulang-ulang. Ada apa gerangan..? Minggu-minggu ini setiap saat dalam hitungan jam saya menjumpai orang-orang tertentu mendengus dan sesekali menggerutu kecewa di setiap warung yang di singgahinya...

Entah ini ada manfaatnya atau tidak bagi para pembaca, namun saya sebagai seorang pengamat di segala bidang kehidupan sangat penasaran dengan blunder yang dilakukan oleh perusahaan sebesar Gudang Garam. Saya ingatkan, saya tidak sedang menulis iklan rokok yg hukumnya “makruh”, namun saya sebagai “master of business” lagi sekali tidak habis pikir dengan kebijaksanaan nyeleneh perusahaan raksasa ini. Seperti di ketahui Gudang Garam  nekat mengganti kemasan sekaligus rasa salah satu produk andalannya yaitu Gudang Garam International. Menurut hukum bisnis ini jelas tindakan konyol, dimana produk yang di ganti adalah merk yang mempunyai pangsa pasar tersendiri yang unik dan khas. Disisi lain tindakan semena-mena ini tak ayal lagi telah mengakibatkan para konsumen khususnya merk Gudang Garam Internasional meradang emosional karena “surga” mereka kini terancam akan  berakhir.

Jujur sebelumnya, sebenarnya saya tidak berhak “membela” para konsumen tersebut, sebab saya bukan aliran mereka. Saya lebih suka produk (baca rokok)  impor dari luar sana, meskipun saya juga mengakui jika dilihat dari kualitas rasa, produk buatan dalam negeri jauh lebih dahsyat ketimbang buatan dari luar. Tapi demi gengsi dan pencitraan diri, saya lebih suka mengkonsumsi barang dari  luar negeri. Dalam hal ini saya sangat menyukai produk (rokok) buatan negeri Timur Tengah. Timbul pertanyaan mengapa saya harus ikut repot mengurus sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan diri saya..? Jangan-jangan ada  yang menganggap bahwa saya adalah seorang pembeo yang suka ikut-ikutan? 

Tidak, saya katakan sekali lagi tidak. Semua yang saya lakukan semata mata demi alasan kemanusian dan rasa keadilan. Saya tahu bahwa tindakan saya ini bisa membahayakan nama besar dan kewibawaan diri saya. Namun disisi lain saya juga harus membela hak-hak kaum miskin yang tertindas dalam hal ini adalah para pecandu rokok tersebut. Sebab menurut survey yang tidak layak dipercaya, sebagian besar perokok biasanya adalah orang-orang miskin, terlantar, tidak punya pekerjaan dan lain sebagainya. Jelasnya para perokok sejati umumnya berasal dari orang orang yang konon kehidupannya rada rada memprihatinkan alias kare are..

Gimana sih bro, katanya ingin berbicara sebagai master of businiess, tapi sekarang mau membela orang-orang miskin..? Tenang, kalian akan faham maksud artikel berbobot yang satu ini jika pernah mendengar istilah ‘Hembusan embok naga” alias “Raos sak te sorong isik embok”

Kembali ke masalah utama, berbicara masalah trademark dan branding, tindakan sepihak perusahaan yg mengganti identitas produk yg jelas jelas menguasai pasaran, oleh seorang yang bukan ahli pun, akan di anggap sebagai tindakan bodoh (baca bunuh diri). Tindakan gudang garam ini  mengingatkan saya dengan tindakan Sampoerna yang juga melepas ke pemilikannya kepada pihak Philip Morris (Marlboro), dimana HM sampoerna saat itu menduduki posisi pertama perusahaan rokok yang menguasai pasar, yakni menguasai 19,4% pangsa pasar rokok di Indonesia. Bandingkan dengan kebijaksanaan pihak Philip Morris dengan pertimbangan pangsa pasar HARUS tetap  mempertahankan identitas produk Sampoerna walaupun mereka KINI berhak berinovasi. (Saya tidak bisa membayangkan gemasnya pengamat asli saat membaca paragrap yang sok tahu ini hahahaha)

Jika dilihat dari sejarah perjalanan dua perusahaan ini, mereka memiliki kesamaan dalam hal senioritas dan kesuksesan. Gudang Garam sempat menjadi Leader dalam waktu yang lama sebelum akhirnya pihak Sampoerna berhasil menyamainya (beberapa tahun yang lalu). Dan menurut sumber resminya, Gudang Garam International adalah merek sigaret kretek asli Indonesia yang diluncurkan pada 3 November 1979 di Kediri, Jawa Timur. Kiprah panjangnya di industri kretek ditandai oleh sejumlah pencapaian antara lain menempati peringkat ke-2 untuk kategori sigaret kretek “full flavor”. Jadi tidak heran jika Merk ini menjadi salah satu penyumbang utama bagi Gudang Garam untuk meraih predikat pembayar pajak terbesar. Maka sungguh mengherankan jika kini Gudang Garam meracuni anak emasnya itu. Dengan kata lain Gudang Garam sudah menyia-nyiakan kerja kerasnya selama ini dalam hal membangun dan mempertahankan sisi penting kelangsungan perusahaan seperti, marketing, trademark dan branding (image brand). Hmm untuk kalimat yang terakhir mudah-mudahan saya tidak asal bunyi lagi hihihi.

Saya tidak mau terlalu jauh berprasangka, tapi seperti yang di ungkapkan oleh Om Dahlan Iskan pada sebuah harian terkemuka pada kasus Sampoerna beberapa tahun yang lalu. Beliau mengemukakan analisa santai  mengapa Samporna  melepas gudang uangnya pada pihak asing. Selain menyebutkan beberapa  faktor yang terkait dengan analisa bisnis, Beliau juga menyebutkan alasan dari sudut pandang moralitas, dimana kemungkinan pihak Sampoerna tidak ingin (lagi) bermain pada bisnis yang meracuni anak bangsa. Analisa yang terlihat sangat humoris namun bisa saja memang seperti itu.

Mungkinkah perusahaan Gudang Garam berencana melakukan hal yang sama namun dengan cara yang berbeda? Sebab jangan salah, menurut pengalaman, merk yang hilang di pasaran ini adalah satu-satunya merk yang memiliki pengguna paling fanatik. Artinya mereka akan sulit pindah kelain hati jika dibandingkan dengan pengguna merk lain. Seperti yang saya baca dalam komentar di sebuah jejaring sosial yang membahas masalah ini, Mereka para pengguna mengatakan lebih baik tidak mengkonsumsi lagi jika merk ini hilang selamanya.

Mungkinkah Gudang Garam melihat ini sebagai  satu-satunya upaya agar generasi muda bebas dari asap kehidupan tersebut..? Rasanya alasan ini terlalu naif dan terlihat tidak masuk akal. Jadi apa sebenarnya tujuan  dari perusahaan sebesar Gudang Garam melakukan harakiri ini..? Entahlah hanya mereka yang mengetahui, dan lebih baik kita juga tidak usah repot-repot memikirkannya, sebab tidak akan ada manfaatnya memikirkan "sesuatu yang mubazir", sebagaimana juga halnya dengan tulisan ini.

(Tidak bersambung)

Jumat, 19 April 2013

Geger Masalah UN Yang Di Undur; Bebas Berpendapat

Entah judul apa yang paling cocok untuk  masalah ajaib seperti ini. Bagi yang terlanjur pesimis dengan negeri ini, pastinya peristiwa yang memalukan ini akan di lihatnya dari sisi yang berlainan. Bukan sekedar kesalahan teknis semata, human error ataupun sebab sebab normal lainnya, melainkan ada sesuatu penyebab lainnya yang terkait dengan kejujuran, integritas dan moral. Dahulu kejadian semacam ini bisa dikatakan tidak pernah kita jumpai.  Namun dijaman yang katanya reformasi ini, semakin mudah saja kita menemukan kelucuan-kelucuan yang tidak semestinya terjadi. 

Salah satunya adalah ketidak beresan pelaksanaan Ujian Nasional. UN  yang begitu “sakral” ternyata bisa di undur gara gara kesalahan teknis, katanya. Banyak pendapat tentang penyebab kegagalan proyek pendidikan ini. Dari survey lokal yang diadakan oleh sebuah harian daerah untuk para siswa menyebutkan, alasan tertundanya Ujian Nasional di sebabkan karena 3 hal, yaitu :
  1. Ketidak siapan panitia        
  2. Keterlambatan pada proses cetak  
  3. Masalah pada pendistribusian
Tapi menurut sumber aslinya, bahwa penyebab semua ketidak beresan ini adalah karena pihak kontraktor yang memenangi tender ternyata tidak bisa menyelesaikan proses pencetakan soal UN. Sebagai mahluk Tuhan yang tidak sempurna alasa semacam  bisa di terima. Tetapi karena lokasi kejadian ada di negeri yang hebat, tentu hal seperti ini akan terdengar sangat lucu dan terlalu mengada-ada.

Seperti diketahui, pelaksanaan proyek pencetakan soal UN untuk tahun ini dilakukan oleh 6 (enam) perusahaan yang semuanya melalui proses tender.  Hebatnya, dua diantaranya memenangi hasil tender tanpa ada lawan. Dan empat perusahaan lagi menang tender mengalahkan pesaing-pesaing yang ironisnya menawarkan harga yang lebih bersaing alias lebih murah. Tentu saja pihak panitia penyelenggara tidak melihat harga yang murah,melainkan melihat kualitas dan profesionalisme perusahaan yang bersangkutan. Dan hasilnya para pendidik dan siswa di sebelas Provinsi pun dibuat puas untuk kalang kabut. Adapun ke-11 Provinsi yang kalang kabut tersebut adalah Kalimantan Selatan , Kalimantan Timur, Sulawewsi Utara, Sulawesi Tengah , Sulawesi Selatan , Sulawesi Tenggara , Bali , Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, dan Sulawesi Barat.

Pelaksanaan Ujian Nasional adalah kegiatan rutin yang setiap tahun dilaksanakan, seharusnya akan semakin baik bukan malah berantakan seperti ini. Kejadian seperti ini tentu saja akan menimbulkan kecurigaan-kecurigaan pihak tertentu terkait tentang proses pelaksanaan tender dengan nilai proyek hampir 100 milyar tersebut. Dugaan ini di perkuat dengan adanya perusahaan besar yang sudah di akui keberadaannya (mendapatkan ISO 9001-2000) harus kalah oleh perusahaan yang levelnya masih di bawah.  Dan perusahaan inilah menurut pihak penyelenggara dikabarkan tidak mampu  menyelesaikan pekerjaannya, dimana nilai proyek yang dikerjakan juga jauh lebih fantastis dari lima perusahaan lainnya yang sukses dan selamat.

Sementara di tempat lain, para pejabat daerah  melalui komentarnya di harian lokal setempat  ramai  ramai mengeluarkan statemen yang “menyejukan hati”. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa masalah ini tidak perlu terlalu diributkan. Pejabat yang lain lagi dengan arif menyarankan  untuk mengambil hikmah positifnya . Sebab dengan di undurkannya UN,  para siswa bisa menambah waktunya untuk mempersiapkan diri lebih baik lagi dst. 

Tetapi hikmah dan dampak positif dari kejadian ini menurut saya (dan para ahli tentunya) adalah antara lain :

Untuk Siswa :
1.   Para siswa sedikit banyak akan terganggu konsentrasinya dalam menghadapi UN
2.   Berita baiknya, dampak penundaan adalah Siswa  di 11 Provinsi yang UN-nya diundur nilainya akan tinggi-tinggi (soal bocor)
3.  Berita buruknya, (bisa saja) siswa berprestasi yang telat UN tidak akan sebangga siswa yang UN-nya normal akibat dampak  kecurigaan  akan bocornya UN.

Untuk  publik :
1.   Bahwa ini sebagai peringatan,  bahwa anggaran (pendidikan) bukan untuk panitia dan para pengusaha, melainkan bagi rakyat indonesia,
2.     Penunjukan pelaksana proyek harus mendahulukan profesionalisme daripada bisnis
3.    walaupun belum terbukti,dengan kejadian ini, indikasi adanya KKN dalam proyek UN sangat terasa. Ini semakin memperlihatkan jika di negeri ini praktik KKN-nya sudah  sangat mengerikan
4.    Sudah waktunya orang-orang bodoh yang tidak bisa bekerja di CUT, dan di ganti dengan orang2 cerdas, jujur dan mampu 

Dan akhirnya kita berharap, dengan adanya peristiwa ini bisa menjadi pelajaran sehingga kedepannya dunia pendidikan di negeri ini bisa lebih baik lagi, agar mampu  melahirka orang orang yang lebih berkualitas dan berdaya saing tinggi, semoga.

Sabtu, 30 Maret 2013

Nasdem Dalam Pemilu 2014; Pewarna Blog

Memperhatikan perkembangan terkini politik tanah air yang semakin hangat, tidak ada salahnya saya ikut-ikutan berkomentar guna lebih memanaskan suasana. Tentunya apa yang saya sampaikan mungkin berbeda dengan keadaan yang sebenarnya, sebab basic pemikiran saya bukan orang politik apalagi pengamat politik. Sekedar menulis sesuatu tentang apa yang saya lihat sebagai seorang calon pemilih. Sebuah opini realistis yang bersumber pada data dan informasi dengan bumbu penyedap bahasa yang bersumber dari feeling dan naluri politik.

Hengkangnya  Hary Tanoe beberapa waktu yang lalu dari jajaran tokoh tokoh elit yang membentengi  Nasdem turut menginspirasi ide tulisan ini. Seluruh media massa saat itu berlomba-lomba menempatkan peristiwa itu sebagai sajian utama pemberitaan.  Ini adalah sesuatu yang menarik, disatu sisi nampaknya Nasdem sangat dirugikan dengan pemberitaan besar-besaran itu, namun disisi lain saya melihat bahwa Nasdem  sebenarnya  sedang mencuri  perhatian  publik politik. Bahwa sesungguhnya Nasdem  pada pemilu 2014 mendatang sangat di perhitungkan kekuatannya oleh  para penggiat politik tanah air.

Nasdem adalah partai anak kemarin sore, namun siapapun mengetahui  bahwa isi di dalamnya di penuhi  oleh jawara-jawara politik  negeri ini. Bahwa partai yang mengusung tema gerakan perubahan  ini adalah satu satunya  partai yang pertama lolos dalam babak verifikasi di lembaga terkait. Sebuah bukti  bahwa  partai ini memang sudah di persiapkan sedemikian rupa oleh pendiri dan pengurusnya untuk bisa unjuk kekuatan bertarung pada pemilu mendatang. Sebuah persiapan yang memang jelas terlihat jika kita mengikuti event-event politik Nasdem baik yang bersifat internal maupun kegiatan eksternal yang heboh dan berbau kampanye.

Program santunan kematian adalah contoh kecil dari seluruh persiapan-persiapan yang saya maksudkan. Dengan cerdik partai ini memanfaatkan program tersebut guna menunjukan eksistensi diri tanpa perlu  merasa berkampanye lagi. Bagi saya program ini adalah terobosan besar sebuah partai yang patut di apresiasi. Dalam sebuah kesempatan saya menjumpai Nasdem benar-benar merealisasi hak para anggotanya (Pemilik kartu anggota). Tentu ini bermanfaat  bagi masyarakat kelas bawah dan bisa menjadi semacam kampanye bayangan pada masyarakat umumnya.. Dengan begitu, kehadiran partai ini akan tetap terasa walaupun jauh dari  masa kampanye, dimana  biasanya pada masa yang sesaat itulah semua partai berlomba lomba menunjukan diri, menunjukan kepeduliannya sekaligus menunjukan sifat aslinya. Lalu seperti biasa, setelah masa kampanye berakhir mereka pun lenyap tidak berbekas seperti hantu.

Tapi tentu saja, bantuan dari lembaga yang disebut partai akan menimbulkan apriori sebagian kalangan terhadap sifat dan tujuan program itu. Terlepas dari anggapan itu, partai yang menggunakan logo dengan makna rotasi dinamis  ini sudah menunjukan sisi kemanfaatan dengan langsung menyentuh pada sasaran. Ini masih lebih baik menurut  saya jika dibandingkan dengan bantuan partai dalam bentuk proposal yang prosesnya ribet dengan penyaluran yang  “tidak jelas”  untuk apa dan siapa.  Sudah bukan rahasia lagi jika bantuan dalam bentuk proposal bagi orang orang tertentu  tidak lebih sebagai ajang mencari  nafkah tanpa perlu bekerja keras. Disisi lain menurut saya yang naif ini, proposal lebih rentan akan menciptakan lapangan usaha yang berpotensi menciptakan kader-kader partai yang bermental calo.

Sesungguhnya Nasdem dengan semangat perubahan-nya memiliki kesempatan besar untuk turut  andil dalam menentukan arah dan masa depan bangsa ini. Terinspirasi dari Revolusi Jepang yang di kenal  dengan sebutan Restorasi Meiji, tentunya partai ini sudah memiliki gambaran seperti  apa langkah langkah yang akan di tempuh jika kelak mereka berhasil  menjadi bagian utama dalam pemerintahan. Dan pasti terlaksana jika mereka tetap setia dalam koridor gerakan perubahan yang menjadi tujuan utama perjuangan partai. Hal positif lainya adalah, bahwa kini kata restorasi sudah identik dengan kata Nasdem, ini yang mesti mereka harus buktikan.

Menoleh ke belakang, kelahiran Nasdem mengingatkan kita tentang kehebatan Partai Demokrat di awal kemunculannya. Ada beberapa kemiripan yang saya anggap sebagai keberuntungan bagi keduanya. Mereka lahir pada saat yang tepat, dimana kondisi partai partai besar lainnya sedang terkapar. Terkapar  dengan banyaknya masalah internal yang mereka hadapi, dan yang lainnya mungkin sedang tidur terlena . Dengan begitu tidaklah aneh bila Nasdem pada saat saat tertentu, terlihat lebih dominan dalam memanfaatkan momen-momen tertentu untuk melakukan  gerilya dan manuver politik.

Lihat sajabagaimana  kalimat kalimat restorasi  berhembus begitu kencang  di media media.  Dan di tempat yang sama pula, berita tentang moral rendahan para politisi dan pejabat yang menjadi simbol partai tertentu sedang babak belur di hajar oleh media massa.  Secara tidak langsung media massa telah menghadapkan kita pada  dua pilihan, mau memilih penjahat atau pahlawan..? Secara informatif ini semacam kemenangan awal bagi Nasdem dalam memanfaatkan situasi dan kondisi. Dan di sisi lain, satu-satunya partai yang membayangi   kedahsyatan Nasdem dalam  hal yang sama menurut saya adalah Gerindra. Ya, Si Macan Asia  adalah salah satu kekuatan yang masih tegar menyeringai di layar kaca maupun di jejaring sosial sebagai tanda bahwa mereka  juga masih ada.

Seperti halnya Demokrat, Nasdem pun memiliki kesamaan lain dalam hal mendapatkan simpati (awal). Masyarakat pada umumnya suka dengan hal hal yang baru.  Rasa penasaran pada sesuatu yang baru yang dikemas secara apik tentunya akan sangat menggoda. Apalagi jika pilihan lain  yang menjadi alternatif semakin hari semakin tidak karuan bentuknya.  Ini salah satu sisi keberuntungan yang tidak mustahil Nasdem akan raih sebagai poin ekstra di samping program unggulan yang mereka tawarkan tentunya. Namun dibalik kebesaran dan kemujuran itu, mundurnya tokoh sekaliber Hary Tanoe sedikit banyak mendatangkan kerugian tersendiri bagi partai baru ini. Ada dua kerugian yang di akui atau tidak oleh internal partai timbul disebabkan oleh menyingkirnya tokoh ini :

Pertama, kerugian dalam hal berkurangnya sokongan fisik seperti dana, promosi dan tentu saja dalam hal dukungan massa. Siapun mengetahui bahwa  jaringan media informasi berkelas di negeri ini ada di bawah pengaruh tokoh ini. Disamping itu dengan berpalingnya Bos MNC ini, tentunya akan di ikuti oleh gerbong gerbong politik di belakang  Hary Tanoe.

Kedua, Nasdem dengan peristiwa ini terkesan cacat dalam hal membangun image partai yang kokoh dan solid. Sebab sebelumnya hal yang sama juga terjadi pada Sri Sultan HB X . Tiada asap jika tiada api, apapun alasannya, keluarnya tokoh  ini tetap akan meninggalkan noda tersendiri yang akan menghadirkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak sedap untuk Nasdem. Ini menjadi tugas tersendiri bagi pengurus dan simpatisan partai untuk tampil menjawab pertanyaan berbahaya ini agar tidak merugikan partai secara umum. Bagaimanapun juga, faktor Hary Tanoe bisa menjadi senjata untuk  mengurangi  “kesempurnaan” yang  Nasdem raih selama ini.

Sebaliknya, jika benar prediksi  saya, bahwa Nasdem memiliki "kemujuran" yang sama  dengan Partai Demokrat,  maka bisa di pastikan Nasdem kelak akan mendulang suara yang cukup signifikan pada pemilu perdana mereka..  Seperti diketahui, Demokrat di awal keberadaannya begitu menarik perhatian massa pemilih terutama massa mengambang dan Golput.  Apalagi di era sekarang ini fanatisme terhadap partai  sudah tidak sekental  masa lalu. Ini terbukti ketika pada pemilu terakhir 2009, Demokrat dengan menjual kharisma tunggal SBY kembali  menunjukan keperkasaannya dengan meraih suara terbanyak mengalahkah partai partai besar dan  partai dengan massa fanatis lainnya.

Tapi sayang, Partai ini (PD) terkikis dari dalam karena  ketidak becusan sebagian tokoh-tokoh yang awalnya begitu sempurna menampilkan kesan heroik. Tidak tanggung tanggung, pentolan pentolan partai Demokrat yang dulu berteriak anti korupsi  kini malah menjadi  tersangka korupsi kelas wahid. Tentunya ini akan menjadi pelajaran berharga buat partai lain khususnya Nasdem, agar lebih selektif lagi dalam memilih icon-icon partai. Jangan sampai  awalnya begitu garang mengaum, namun setelah mendapatkan amanah rakyat malah menjadi melempem, yang lebih tragis lagi mungkin akan lebih “galak”.

Tetapi, tidaklah salah jika berharap bahwa gerakan restorasi yang hendak Nasdem perjuangkan bisa benar-benar terwujud.  Harus diakui  bahwa  partai partai besar yang pernah mendapatkan kesempatan dalam menjalankan amanah, tidak satu pun mampu memberikan rasa kepuasan pada negeri ini. Korupsi tetap merajalela, hukum masih menjadi  lahan perdagangan, premanisme semakin meningkat, dan tentu saja kemiskinan  sepertinya masih menyelimuti orang yang itu itu saja.  Sepertinya pepatah yang mengatakan, yang kaya makin kaya dan yang miskin semakin miskin masih menjadi ungkapan  favorit negeri ini. Pertanda partai yang memerintah gagal dalam mewujudkan visi misi (janji janji manis) mereka pada masa kampanye. 

Akankah Nasdem mampu  memanfaatkan situasi yang menjemukan ini sebagai  lahan penyegaran seperti Demokrat pada  pemilu 2004 yang lalu..? Mampukah Nasdem menarik simpati  massa yang sudah terlanjur  pesimis dengan partai politik..? Dua pertanyaan ini sudah cukup membuat Nasdem mesti mempersiapkan kader kader terpilihnya  guna menjawab tantangan tersebut. Sebab seperti  yang saya katakan, bahwa  Nasdem dalam pemilu 2014 mendatang, kurang lebih posisinya seperti  Demokrat pada pemilu 2004 sebelumnya. Posisi yang cukup menjanjikan untuk menjadi  salah satu yang terdepan. Ini adalah sebuah kesempatan besar  bagi Nasdem  guna mencuri point point yang dibuang percuma oleh Demokrat sekarang ini.

Fakta, bahwa kemenangan Demokrat  yang notabene adalah anak bau kencur pada Pemilu 2009, menunjukan bahwa pemilih ingin melihat perubahan di negeri ini. Rakyat  sudah tidak mempercayai keseriusan  partai partai  besar  yang sudah ada sebelumnya.  Dan hal yang sama kini sedang  terulang  lagi, dimana partai pemenang pemilu yang di harapkan lebih "gaul" ternyata tidak kalah "norak"nya. Tentunya mereka akan melirik partai lain yang bisa diharapkan lebih baik lagi. Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlewati, Nasdem  dengan gaung restorasinya  seperti memahami hal ini sehingga secara gencar melakukan  gerilya politik baik melalui media maupun program langsung kepada masyarakat. Dan hasilnya Nasdem secara strategis berhasil memperjelas posisi superiornya saat  parpol  lain sibuk berkutat dengan citranya yang coreng moreng,  dan sebagian lagi  masih terhuyung  kolaps  di KPU. 

Tidak ingin melepas kesempatan, Nasdem semakin memperhebat aksi manuvernya. Kali ini  ""Kendaraan Perang" Surya Paloh ini melancarkan serangan "psikologis" mematikan yang membuat nyali lawan politiknya semakin menciut gentar. Wacana provokatif  5-10 milyar yang di lontarkan Nasdem (bagi caleg-nya) bisa di artikan sebagai sebuah tamparan, sekaligus tantangan perang terhadap partai-partai  besar lainnya. Sekali lagi  Nasdem membuktikan kelasnya dengan  menunjukan kekuatan amunisi perang melimpah, dan siap di muntahkan kapan saja sebagai isyarat bahwa Sang Restorator  tidak  main-main dengan ancamannya.

Dan seperti yang diharapkan Nasdem, imbas dari "serangan" itu langsung terasa ketika tokoh tokoh politik dan media massa kembali menjadikan partai ini menjadi buah bibir pemberitaan. Sebuah kampanye terselubung yang menjadi tujuan alternatif  Nasdem dari sekian sasaran utama yang sesungguhnya . Kedalam, minimal ini akan meningkatkan semangat juang dan rasa percaya diri para caleg Nasdem. Dan dampak eksternalnya, akan membuat caleg dari partai lain menjadi "cemburu"  dengan kedermawanan partai pesaing mereka.  Ini adalah "spekulasi" berani yang bisa berfungsi sebagai shock therapy sekaligus sebagai ajang unjuk kekuatan finansial sebuah partai. Tapi yang pasti, pesan pokok yang saya tangkap dari gebrakan jitu ini adalah Nasdem ingin mempertegas lagi, bahwa Perjuangan yang mengatas namakan rakyat harus disertai dengan keseriusan, totalitas dan pengorbanan partai itu sendiri.

Jika benar wacana spektakuler ini terealisasi, maka ini adalah nilai tambah yang bisa menaikan popularitas partai. Tentu ini berdampak positif, sebab caleg Nasdem diharapkan akan lebih baik daripada caleg partai lain yang mungkin menggunakan investor yang berimbas menjadi utang politik, dan bisa mempengaruhi efektifitas kinerja sang caleg. Maka dengan melihat sebab dan kemungkinan diatas, tidaklah berlebihan jika saya mengatakan bahwa Nasdem  dalam setiap aktifitas politiknya, sudah  mempersiapkan diri untuk mengatakan ,”Kami datang, kami lihat dan kami menang."

Akhirnya semua kembali kepada masyarakat pemilih, karena apa yang diatas kertas tidak mesti terjadi dilapangan. Banyak faktor faktor tidak terduga yang  akan terjadi di kemudian hari. Sebab politik tetaplah politik, dimana kepentingan  (realistis) akan lebih di dahulukan daripada  idealisme. Dalam politik, hitungannya bukan bulan atau tahun, melainkan detik dan menit. Dalam politik, perjuangan satu tahun tidak akan berarti banyak sebab satu detik  bisa merubah segalanya. Memposisikan Nasdem  sebagai  juara dalam pemilu 2014 jelas terlalu dini dan berlebihan, maka pertanyaan yang wajar adalah; Seperti apa posisi Nasdem  pada  pemilu  2014 mendatang?

Bahwa setiap  ajang untuk memilih yang terbaik tentu harus menjadi bagian dalam  nominasi.  Dan Nasdem  menurut saya telah memenuhi syarat  dalam daftar tersebut. Paling tidak saya bisa mengatakan bahwa Nasdem mungkin saja tidak di unggulkan, namun jika pertanyaannya adalah seperti ini : Parpol manakah yang berpotensi kuat menjadi kuda hitam dalam pertarungan 2014 mendatang..? Maka saya tidak akan ragu-ragu untuk mengatakan bahwa Kuda Hitam itu adalah Nasdem.

Kamis, 28 Maret 2013

Jokowi Si Umar Kecil

Sebenarnya dari jauh hari tangan saya  gatal ingin menulis tentang kehebatan sosok pemimpin yang satu ini. Namun karena satu dan lain hal saya belum bisa merealisasikan keinginan itu. Salah satu faktor  yang menjadi penyebab adalah kurangnya data dan informasi yang saya miliki tentang sepak terjang tokoh ini (maklum saja saya adalah orang super sibuk). Kesibukan saya sebagai seorang fublik figur  menjadikan saya seperti tidak punya waktu untuk mengakses berita kecuali mendengar cerita dari mulut kemulut tentang kehebatan pemimpin masa depan ini.

Cerita tentang kepemimpinan Jokowi  selalu saja terselip ketika seseorang berbicara tentang politik dan kekuasaan. Jokowi kini telah menjadi icon politik dan pemerintahan dalam sebuah diskusi ataupun pembicaraan ringan untuk di jadikan bahan perbandingan. Sepertinya Jokowi sudah mampu menempatkan dirinya sebagai salah satu calon pemimpin legendaris khususnya pada daftar  gubernur –gubernur  terhebat Jakarta. Dan itu akan menjadi kenyataan jika melihat sepak terjang mereka akhir akhir ini. (semoga saja selamanya mereka tetap lurus..!)

Saat saya membuka situs situs berita hari ini, saya menemukan artikel tentang tokoh dalam tema ini seputar  kebijaksanaan beliau memberikan kekuasaan atau jabatan kepada seseorang dalam bentuk lelang (lelang jabatan).  Lelang jabatan sebenarnya bukan hal yang baru di negeri ini, sebab beberapa perusahaan swata dan BUMN sudah jauh hari melakukan kebijaksanaan yang serupa. Namun untuk instansi pemerintahan ini adalah sebuah terobosan baru yang sedikit banyak akan menjadi warna positif tambahan di samping kebijaksanaan positif lainya. Entah mengapa saya langsung teringat tentang kisah kepemimpinan Umar Bin Khattab dalam memilih dan mengangkat seseorang menjadi pejabat.

Agak berbeda dengan Jokowi, Umar dalam menentukan calon gubernur misalnya memilih orang orang yang di anggap mampu namun disisi lain Umar mengetahui bahwa calon yang dipilihnya dipastikan akan menolak dengan tegas. Salah satu contohnya adalah saat Umar memilih periwayat hadits terkenal Abu Hurairah sebagai calon Gubernur. Uniknya lagi di saat pemilihan itu hubungan antara Umar dan Abu Hurairah sedang merenggang karena adanya perbedaan pendapat di antara keduanya. Di ceritakan, sebagai khalifah Umar pernah melarang Abu Hurairah  untuk jangan lagi  menulis/meriwayatkan Hadits agar kaum muslim saat itu lebih fokus pada Al-Qur'an. Maka wajar di saat pemanggilannya beliau sama sekali tidak terpikirkan akan di berikan tawaran "kehormatan" semacam itu.

Dalam sebuah episode pada film Omar diperlihatkan bagaimana Umar di tengah keramaian majelis  menyentil Abu Hurairah dengan bertanya:

” Apakah anda masih suka meriwayatkan (menulis hadits) tentang Rasullullah..?" Dengan santai Abu Hurairah menjawab, ”Ya sekarang ini saya memang tidak pernah menulis (Hadits) lagi, tapi jika anda sudah tiada maka hal itu adalah hak saya untuk melanjutkan atau tidak..”

Mendengar jawaban jujur semacam itu tentu saja membuat seisi majelis riuh rendah tertawa. Dan Umar pun tersenyum mengangguk2 seperti merasakan kekesalan Abu Hurairah atas larangan tersebut. Singkat cerita Umar menawarkan jabatan gubernur untuk wilayah Bahrain, dan seperti yang di duga oleh semua yang hadir Abu Hurairah menolak mentah mentah. Dan  Umar yang melihat penolakan tersebut terus “merayu” sampai akhirnya Abu Hurairah mau menerima beban tersebut. Dan kelak ketika Umar mau memperpanjang masa jabatannya untuk kedua kalinya, Abu Hurairah menolak dengan tegas karena beliau memang benar-benar  "ngeri" dengan jabatan tersebut.

Sebagai seorang Muslim sebenarnya tidak perlu kaget dengan penolakan tersebut, sebab siapapun mengetahui bahwa jabatan pemimpin bagi orang-orang yang berilmu dan taat kepada Allah adalah lebih banyak “musibahnya” daripada senangnya. Berkebalikan dengan jaman sekarang, ketika seseorang di tunjuk atau diberikan sebuah jabatan spontan mereka bertepuk tangan saking gembira dan di ikuti dengan pesta sukuran di rumahnya.

Melihat dari cerita tersebut ada perbedaan antara Jokowi dan Umar, namun saya yakin seyakinnya bahwa tujuan mereka sama yaitu ingin menciptakan pemimpin yang bersih yang memiliki kemampuan di bidangnya. Tentu saja Jokowi tidak bisa mencontoh kebijaksanaan Umar seratus persen dengan alasan tertentu, walaupun daerah yang di urus hanya sebesar jakarta. Sebab Umar tetaplah Umar, seorang pemimpin sekaligus ulama dengan kekuasaan yang sangat besar pada jamannya, dimana wilayah yang di urus adalah mencakup bekas wilayah kerajaan Romawi dan Persia,  namun mampu menciptakan pemerintahan yang bersih di semua wilayah.

Perbedaan gaya pemerintahan  memang harus terjadi dengan faktor-faktor penyebab yang  tidak bisa di hindari lagi, perbedaan sistem, jaman, kultur masyarakat dan lain sebagainya adalah pengaruh yang membuat Jokowi  akhirnya hanya mampu menjadi  Umar Kecil dalam menjalankan pemerintahannya...Bersambung.