Kamis, 13 Juni 2013

Ganti Rasa Dan Kemasan, Gudang Garam Bunuh Diri

Bukan Iklan Rokok..!!

Di sebuah warung, "Pak ada Filter yang lama?" "Ooh tidak ada Mas, yang ada Filter keluaran baru.." Pembeli itu pun tanpa basa basi langsung ngeloyor pergi. Wajah kecewanya memperlihatkan sepertinya dia sudah keluar masuk warung  namun barang yang di cari tidak ditemukan. Ditempat yang lain, sehari, dua hari atau mungkin seminggu kejadian yang mirip berlangsung berulang-ulang. Ada apa gerangan..? Minggu-minggu ini setiap saat dalam hitungan jam saya menjumpai orang-orang tertentu mendengus dan sesekali menggerutu kecewa di setiap warung yang di singgahinya...

Entah ini ada manfaatnya atau tidak bagi para pembaca, namun saya sebagai seorang pengamat di segala bidang kehidupan sangat penasaran dengan blunder yang dilakukan oleh perusahaan sebesar Gudang Garam. Saya ingatkan, saya tidak sedang menulis iklan rokok yg hukumnya “makruh”, namun saya sebagai “master of business” lagi sekali tidak habis pikir dengan kebijaksanaan nyeleneh perusahaan raksasa ini. Seperti di ketahui Gudang Garam  nekat mengganti kemasan sekaligus rasa salah satu produk andalannya yaitu Gudang Garam International. Menurut hukum bisnis ini jelas tindakan konyol, dimana produk yang di ganti adalah merk yang mempunyai pangsa pasar tersendiri yang unik dan khas. Disisi lain tindakan semena-mena ini tak ayal lagi telah mengakibatkan para konsumen khususnya merk Gudang Garam Internasional meradang emosional karena “surga” mereka kini terancam akan  berakhir.

Jujur sebelumnya, sebenarnya saya tidak berhak “membela” para konsumen tersebut, sebab saya bukan aliran mereka. Saya lebih suka produk (baca rokok)  impor dari luar sana, meskipun saya juga mengakui jika dilihat dari kualitas rasa, produk buatan dalam negeri jauh lebih dahsyat ketimbang buatan dari luar. Tapi demi gengsi dan pencitraan diri, saya lebih suka mengkonsumsi barang dari  luar negeri. Dalam hal ini saya sangat menyukai produk (rokok) buatan negeri Timur Tengah. Timbul pertanyaan mengapa saya harus ikut repot mengurus sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan diri saya..? Jangan-jangan ada  yang menganggap bahwa saya adalah seorang pembeo yang suka ikut-ikutan? 

Tidak, saya katakan sekali lagi tidak. Semua yang saya lakukan semata mata demi alasan kemanusian dan rasa keadilan. Saya tahu bahwa tindakan saya ini bisa membahayakan nama besar dan kewibawaan diri saya. Namun disisi lain saya juga harus membela hak-hak kaum miskin yang tertindas dalam hal ini adalah para pecandu rokok tersebut. Sebab menurut survey yang tidak layak dipercaya, sebagian besar perokok biasanya adalah orang-orang miskin, terlantar, tidak punya pekerjaan dan lain sebagainya. Jelasnya para perokok sejati umumnya berasal dari orang orang yang konon kehidupannya rada rada memprihatinkan alias kare are..

Gimana sih bro, katanya ingin berbicara sebagai master of businiess, tapi sekarang mau membela orang-orang miskin..? Tenang, kalian akan faham maksud artikel berbobot yang satu ini jika pernah mendengar istilah ‘Hembusan embok naga” alias “Raos sak te sorong isik embok”

Kembali ke masalah utama, berbicara masalah trademark dan branding, tindakan sepihak perusahaan yg mengganti identitas produk yg jelas jelas menguasai pasaran, oleh seorang yang bukan ahli pun, akan di anggap sebagai tindakan bodoh (baca bunuh diri). Tindakan gudang garam ini  mengingatkan saya dengan tindakan Sampoerna yang juga melepas ke pemilikannya kepada pihak Philip Morris (Marlboro), dimana HM sampoerna saat itu menduduki posisi pertama perusahaan rokok yang menguasai pasar, yakni menguasai 19,4% pangsa pasar rokok di Indonesia. Bandingkan dengan kebijaksanaan pihak Philip Morris dengan pertimbangan pangsa pasar HARUS tetap  mempertahankan identitas produk Sampoerna walaupun mereka KINI berhak berinovasi. (Saya tidak bisa membayangkan gemasnya pengamat asli saat membaca paragrap yang sok tahu ini hahahaha)

Jika dilihat dari sejarah perjalanan dua perusahaan ini, mereka memiliki kesamaan dalam hal senioritas dan kesuksesan. Gudang Garam sempat menjadi Leader dalam waktu yang lama sebelum akhirnya pihak Sampoerna berhasil menyamainya (beberapa tahun yang lalu). Dan menurut sumber resminya, Gudang Garam International adalah merek sigaret kretek asli Indonesia yang diluncurkan pada 3 November 1979 di Kediri, Jawa Timur. Kiprah panjangnya di industri kretek ditandai oleh sejumlah pencapaian antara lain menempati peringkat ke-2 untuk kategori sigaret kretek “full flavor”. Jadi tidak heran jika Merk ini menjadi salah satu penyumbang utama bagi Gudang Garam untuk meraih predikat pembayar pajak terbesar. Maka sungguh mengherankan jika kini Gudang Garam meracuni anak emasnya itu. Dengan kata lain Gudang Garam sudah menyia-nyiakan kerja kerasnya selama ini dalam hal membangun dan mempertahankan sisi penting kelangsungan perusahaan seperti, marketing, trademark dan branding (image brand). Hmm untuk kalimat yang terakhir mudah-mudahan saya tidak asal bunyi lagi hihihi.

Saya tidak mau terlalu jauh berprasangka, tapi seperti yang di ungkapkan oleh Om Dahlan Iskan pada sebuah harian terkemuka pada kasus Sampoerna beberapa tahun yang lalu. Beliau mengemukakan analisa santai  mengapa Samporna  melepas gudang uangnya pada pihak asing. Selain menyebutkan beberapa  faktor yang terkait dengan analisa bisnis, Beliau juga menyebutkan alasan dari sudut pandang moralitas, dimana kemungkinan pihak Sampoerna tidak ingin (lagi) bermain pada bisnis yang meracuni anak bangsa. Analisa yang terlihat sangat humoris namun bisa saja memang seperti itu.

Mungkinkah perusahaan Gudang Garam berencana melakukan hal yang sama namun dengan cara yang berbeda? Sebab jangan salah, menurut pengalaman, merk yang hilang di pasaran ini adalah satu-satunya merk yang memiliki pengguna paling fanatik. Artinya mereka akan sulit pindah kelain hati jika dibandingkan dengan pengguna merk lain. Seperti yang saya baca dalam komentar di sebuah jejaring sosial yang membahas masalah ini, Mereka para pengguna mengatakan lebih baik tidak mengkonsumsi lagi jika merk ini hilang selamanya.

Mungkinkah Gudang Garam melihat ini sebagai  satu-satunya upaya agar generasi muda bebas dari asap kehidupan tersebut..? Rasanya alasan ini terlalu naif dan terlihat tidak masuk akal. Jadi apa sebenarnya tujuan  dari perusahaan sebesar Gudang Garam melakukan harakiri ini..? Entahlah hanya mereka yang mengetahui, dan lebih baik kita juga tidak usah repot-repot memikirkannya, sebab tidak akan ada manfaatnya memikirkan "sesuatu yang mubazir", sebagaimana juga halnya dengan tulisan ini.

(Tidak bersambung)

Tidak ada komentar: